Tionghoa, Berdagang dan Inspirasi Keberhasilan
- Selasa, 20 September 2022
- admin
- 0 komentar
SETIAP kali mengunjungi pusat perbelanjaan atau pertokoan, hampir selalu kita menemukan pedagang beretnis Tionghoa. Bahkan, bisa jadi jumlah pedagang keturunan Tionghoa itu mendominasi atau lebih banyak dibanding pedagang dari etnis lainnya.
Pedagang dengan etnis Tionghoa itu menjual barang dagangan yang beragam. Ada yang berjualan baju, kain, perlengkapan rumah tangga dan sembako. Ada pula orang Tionghoa yang menjadi pemilik toko perhiasan, pemilik perusahaan atau pabrik berskala besar. Muncul kesan bahwa mereka cukup sukses hidup dengan berdagang. Sempat terpikir dalam benak, mengapa etnis Tionghoa kebanyakan berdagang? Apa yang mendasari mereka untuk berdagang?
Menurut hasil sensus 2000, dalam laporan kompas.com, tercatat bahwa orang Tionghoa merupakan suku bangsa terbesar kelima belas di Indonesia. Terdapat 1.738.936 penduduk yang mengaku sebagai orang Tionghoa. Atau mencakup 0,86 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Populasi orang Tionghoa itu dihitung kembali pada 2010. Hasil sensus tersebut menyebutkan bahwa populasi Tionghoa mencapai 2.832.510 jiwa. Atau sekitar 1,2 persen dari penduduk Indonesia. Meskipun jumlahnya hanya 1,2 persen dari penduduk Indonesia, namun banyak pengusaha sukses, konglomerat, dan orang-orang dengan kekayaan terbesar justru adalah orang Tionghoa atau keturunan Tionghoa.
Semangat Keberhasilan
Ann Wan Seng, dalam buku Rahasia Bisnis Orang China (2006), menyebutkan bahwa dunia orang Tionghoa adalah di bidang perdagangan. Mereka suka dan tertarik untuk berdagang. Orang Tionghoa juga percaya bahwa hanya dengan berdagang, mereka dapat menjadi kaya dan meningkatkan taraf hidupnya.
Menurut Ann, orang Tionghoa dengan dunia perdagangan sudah bersatu padu menjadi entitas yang tidak dapat dipisahkan. Bagi mereka berdagang lebih baik daripada bekerja dengan/dan untuk orang lain. Mereka yang berdagang dianggap sebagai golongan yang matang secara finansial. Dengan kata lain, orang Tionghoa cenderung menggeluti perdagangan karena hal itu adalah cara untuk meningkatkan status sosial dan kedudukannya dalam masyarakat.
Jika ingin lebih berhasil dari orang lain, maka satu-satunya cara adalah bekerja dengan lebih giat dan rajin. Cara itulah yang dijalankan oleh kebanyakan pemimpin perusahaan dan ahli perdagangan yang sukses. Mereka berhasil tidak lain karena usaha yang sungguh-sungguh. Keberhasilan dan kekayaan yang mereka rasakan tidak datang dalam sekejap mata. Bekal utama mereka tidak lain adalah semangat, keyakinan dan usaha yang tidak mengenal kata jemu.
Orang Tionghoa senantiasa berpandangan jauh ke depan dan mereka tidak akan membiarkan keadaan menjadi statis. Mereka cepat dan mampu meraih peluang dagang yang baru. Untuk berkembang, orang itu harus hijrah bukan saja secara fisik melainkan juga mental, jiwa, dan mendekatkan diri pada-Nya. Tekad seseorang untuk berbenah adalah kunci utama keberhasilan.
Yang menarik, orang Tionghoa tidak takut pada persaingan dan kerugian. Karena justru hal itu dapat meningkatkan inovasi, produktivitas, kreatifivitas dan banyak memberikan pengalaman berharga bagi mereka. Bahkan orang Tionghoa berpendapat bahwa perdagangan sebaiknya memberikan manfaat kepada semua pihak, baik sesama pedagang, pesaing, ataupun pelanggan.
Orang Tionghoa, kata Ann, meyakini bahwa hanya dengan bekerja keras dan berani membuka peluang, mereka akan berhasil. Keberhasilan dan kegagalan bergantung pada sikap, usaha, dan keyakinan. Meskipun bakat dan minat memainkan peran penting dalam keberhasilan, tanpa dorongan yang kuat dari dalam, seseorang mudah tumbang jika menghadapi masalah.
Poinnya, bakat seseorang bisa diasah. Keterampilan pun bisa dipelajari melalui pengalaman. Yang utama adalah seseorang harus bersikap serius dan memiliki komitmen yang kuat.
Generasi Muda
Berkaca dari falsafah dan etos kerja orang Tionghoa, tak ada salahnya untuk bisa mengadaptasinya dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya di kalangan pedagang atau pengusaha, tapi juga bagi pelajar dan generasi muda.
Pepatah mengatakan menuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina. Pepatah itu tidak berlebihan. Nyatanya, memang dari orang-orang Tionghoa-lah sebenarnya kita justru bisa mengambil banyak pelajaran. Orang-orang Tionghoa menciptakan teknologi dan inovasi sehingga tak heran jika mereka menguasai perdagangan dunia.
Demikian pula dalam hal etos kerja. Meskipun kesuksesan sudah mereka raih, namun mereka masih melaksanakan kebiasaan bekerja keras. Bangun dan mulai bekerja sepagi mungkin. Tidur pun menjelang tengah malam. Mereka bukannya gila kerja, melainkan pekerja keras.
Itu pula yang terlihat dari seorang rekan saudara saya di Surabaya. Seorang kenalan beretnis Tionghoa itu memilih tinggal di ruko sederhana tempat usahanya, meskipun memiliki rumah mewah seharga satu miliar di kawasan elit.
Generasi muda mempunyai tantangan tersendiri di era kemajuan teknologi informasi seperti saat ini. Merujuk dari etos kerja orang Tionghoa, berdagang sama dengan belajar. Belajar merupakan proses yang berkelanjutan. Tidak ada kata berhenti dalam belajar. Hanya diri sendirilah yang bisa membuat keputusan tentang apa yang harus dilakukan. Tentu diiringi dengan usaha, niat baik dan keyakinan kuat. Jiayou!
Fitri Tyas Rachmawati, S.Pd
Pengampu Mapel Bahasa Mandarin SMAN 2 Malang